Sahabat Tertutup Cinta

Jangan menangis lagi sahabatku , janji pada ku senyum itu akan selalu ada sampai kau kembali menemuiku disini


..It was you who put the clouds around me
It was you who made the tears fall down
It was you who broke my heart in peaces
It was you , it was you who made my blue eyes blue
Oh, I never should have trusted you…

Masih sama seperti malam-malam semenjak peristiwa itu, lagu patah hati blue eyes blue milik Eric Clapton selalu terdengar di kamar ku.
“Oh.. I really never should trusted you” . Rasanya ku ingin teriak sekencang mungkin setiap ku ingat betapa bodohnya aku membiarkan Emila masuk dan mulai menghancurkan kehidupan ku, pelan tapi pasti.

Emila.

Gadis lembut yang ku kira sahabat itu awalnya datang dengan senyuman ketika dia tahu aku mencintai Revan. “Biarkan aku menjadi mak comblangmu dengan Revan” itu pintanya dua bulan yang lalu. Entah terkecoh dengan mulut manisnya atau aku yang terlalu lugu hingga ku percaya semua. Tiga minggu setelah itu aku senang, aku semakin dekat dengan pujaanku meski Revan hanya hadir dalam inbox dan daftar panggilan di Handphone ku. Ya, belum pernah aku bertatap muka langsung dengannya. Hanya dapat mengagumi ketampanannya dari jauh.

Sebelumnya, Revan.

Idola di sekolahku, aku mungkin adalah orang pertama yang mengaguminya saat pertama kali ku lihat dia mendaftar di SMA yang sama dengan ku. Tidak terlalu tinggi memang, tapi kulitnya yang putih, alis tebal ditambah dengan matanya yang tajam membuat hampir semua siswi di sekolahku terpana dibuatnya, termasuk aku.
Aku ingin menangis rasanya, meski tetap saja air mata ini ku tahan. Biarlah jeritan tangis dalam hati hanya aku yang mendengarnya. Aku pulang ke rumah dengan sangat lemas seperti kehilangan tiga per empat jiwaku. Tak percaya rasanya mendengar berita, bahkan menyaksikan langsung peristiwa di kelas tadi. Revan menyatakan cintanya pada Emila dan Emila menerimanya. Cinta dan sahabatku Tuhan..
Semenjak peristiwa itu, aku tak pernah lagi berhubungan dengan Emila.” Sudah ku blacklist dia dari daftar sahabatku” pikirku. Sebenarnya tanpa diblacklist pun dia memang sudah tidak pernah terlihat di sekolah sejak sebulan yang lalu. Mungkin malu karena kelakuannya itu padaku dia pindah sekolah atau ikut keluarganya yang sering nomaden dengan pekerjaannya. Entahlah aku tidak peduli, aku lebih bahagia tanpanya meski kadang masih tak percaya. Aku mengenal Emila sejak SD dan baru kali ini terlihat cacatnya.

Berita mading hari ini :

-BERITA DUKA-
Telah berpulang teman kita Emila Kirey Nasution (X-1) pada pukul 06.00 tadi pagi.
Semoga arwahnya dapat diterima disisiNya. Amin.
“Kualat kamu, Mila!” ucapku dengan penuh kelegaan. Entah mengapa hati ini rasanya begitu lega membaca berita kematian sahabatku sendiri. Tapi untuk menghormati keluarganya aku tetap datang melihat sahabat terjahatku untuk yang terakhir kalinya.
“Si, ini titipan surat dari Mila sebelum dia meninggal”. Ayahnya Mila memberikan surat padaku .

“Shasie Kirana sahabatku..

Surat ini ku tulis dipertarungan ku yang terakhir, dengan semua yang ku tahu tentangmu.
Maafkan aku, aku yang terlalu egois terhadapmu. Mungkin karena aku terlalu sayang kepadamu. Aku hanya ingin sahabatku mendapatkan pria yang tepat untuknya, tak sekedar hanya dengan apa yang dia suka, karena kadang yang terindah tak selamanya jadi yang terbaik.
Aku tahu betapa sucinya cintamu untuk Revan, tapi itu tak sebanding dengan apa yang pastinya akan kau dapat kelak. Andai terjadi semua itu, sungguh ku tak rela sahabatku. Apalagi ku tak dapat menjagamu seperti dulu.

Sahabatku yang baik..
Sungguh ku tak bermaksud sengaja melukai hatimu. Maaf atas sebaris luka yang ku sayat di hatimu. Ku hanya tak mengerti bagaimana menyampaikan betapa perasaanmu salah arah dengan waktu yang singkat.

Sahabat kecilku..
Jadilah sahabatku tiga bulan yang lalu. Yang di bibirnya selalu tertanam senyum dan cerianya selalu membuatku betah berlama-lama di dunia. Jangan menangis lagi sahabatku , janji pada ku senyum itu akan selalu ada sampai kau kembali menemuiku disini .tetap jadi teman terbaikku ya..


Salam sayang,
-Emila-“


Kuremas surat terakhir dari Emila. Sepertinya ku belum bisa memenuhi keinginan terakhirnya, karena bulir-bulir bening itu seketika membasahi pipiku. Maafkan aku juga Mila, selama ini ternyata aku belum mengenalmu. Tapi mengapa kau tak pernah bilang padaku, mengapa kau sungkan membagi penderitaanmu padaku. Bukannya kau bilang kita sahabat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar